Bantuan Dana Pengembangan dan Pembangunan MI MIFTAHUL AMIN klik di sini

Menukar Gelimang Harta Dengan Kesederhanaan

15 Desember 2011

Kakeknya, Marwan, adalah seorang khalifah. Ayahnya, Abdul Malik, juga khalifah. Kekuasaan dan kekayaan telah Fatimah nikmati sejak ia dilahirkan di Damaskus. Pelayan yang selalu siap untuknya, pakaian serba indah, dan perhiasan terbaik, ia peroleh dengan mudah.

Ketika menikah dengan Umar bin Abdul Aziz bin Marwan, sepupunya, pesta megah digelar untuk putri khalifah ini. Setelah menikah, Umar ditunjuk menjadi gubernur di Madinah. Keduanya pun hidup bahagia dan berkecukupan. Namun, semua berubah saat Umar bin Abdul Aziz mendapat amanat sebagai seorang khalifah. Betapa sedihnya Umar ketika tugas mahadahsyat ini dibebankan kepadanya. Terbayang keadaannya di akhirat, saat Allah meminta semua pertanggungjawabannya dalam memimpin umat.

Akhirnya Umar meninggalkan semua kemewahan hidup yang dijalaninya selama ini. Ia tak ingin bertahta di atas kemegahan sementara umat hidup kesusahan. Ia tak pantas kenyang sementara masih ada rakyatnya yang kelaparan. Umar pun memberi pilihan kepada Fatimah, hidup sederhana bersama Umar atau tetap bergelimang kekayaan namun tanpa Umar di sisinya. Dengan sepenuh keikhlasan, Fatimah memilih hidup bersama sang suami.

Rumah mewah kini berganti bangunan sederhana seperti rumah orang kebanyakan. Tak ada pelayan di sana sehingga ia harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri. Perhiasan dan tumpukan pakaian indah berganti dengan hanya dua helai pakaian sederhana. Makanan tak selalu ada, perutnya pun lebih sering kosong. Pasti berat pada awalnya. Namun melihat kearifan dan kezuhudan suaminya, Fatimah semakin kuat dari hari ke hari.

Suatu ketika Umar melihat Fatimah memakai perhiasan mahal pemberian ayahnya. Ia khawatir dan meminta Fatimah kembali memilih antara kekayaan dan dirinya. "Tidak suamiku, aku tetap memilihmu walaupun aku harus mengembalikan lebih dari perhiasan ini, andai saja saya punya, " kata Fatimah. Perhiasan itu lalu diberikannya kepada Baitul Maal.

Kesetiaan Fatimah kepada Umar begitu kukuh. Prinsip hidup keduanya pun menyatu. Saat Fatimah hamil, seorang wanita berinisiatif mengambilkan susu untuknya dari penyimpanan makanan untuk kaum miskin. Namun, Fatimah marah dan menyuruh wanita itu mengembalikannya ke tempat semula karena susu itu milik orang miskin.

Kesetiaan kepada suami pun tetap ia jaga walau suaminya telah tiada. Setelah Umar wafat, Yazid bin Abdul Malik, saudara Fatimah, menjadi khalifah. Yazid menawarkan Fatimah untuk mengambil perhiasan yang dulu diberikannya kepada Baitul Maal. Tapi Fatimah menolak, "Demi Allah, tidak! Dulu aku memberikannya semasa Umar hidup, lalu bagaimana mungkin aku mengambilnya kembali setelah ia wafat?"

Tak ada catatan tentang wafatnya Fatimah binti Abdul Malik. Namun, kisah kehidupannya tetap dikenang dan menjadi pelajaran bagi kaum muslimah. Pelajaran tentang kekuatan, keimanan, kejujuran, dan kesetiaan yang mengalahkan gemerlapnya harta.

Penulis: Asmawati
Sumber:
Majalah Ummi, No.9/XXII/Januari 2011/1432 H, Hal. 98.

Artikel Lainnya:

2 komentar:

Nurmayanti Zain mengatakan...

^___^
MasyaAllah

MIS Miftahul Amin Tangerang mengatakan...

Subhanallah...

Makasih atas kunjugannya :)

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Ucapkan Bismillah Sebelum Berkomentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda.
Jika Anda tidak memiliki site/url, Anda dapat menggunakan:
> Anonymous (tanpa nama)
> Name/URL (ketik nama Anda dan kosongkan URL)
*Anda dapat menggunakan emoticon di atas dengan mengetikkan kode-nya. Misal---> :))